Friday 21 July 2017

Kisah Pertama: Bus Trans Jateng dan Mas BRT Berkacamata

Hi,
Welcome to my very first post.

Udah, segitu aja ya bahasa Inggrisnya? Masih grogi ini, pertama kali nulis di blog. Nulis post pertama aja rasanya grogi kayak diajak jalan sama mas BRT berkacamata itu.

Mas BRT berkacamata? Siapakah dia?
Sudahlah, lupakan saja. Mending kita bahas Bus Trans Jateng aja yang jelas lebih berfaedah untuk kepentingan umat. Itu judulnya biar menarik aja sih, ya kali siapa juga yang tertarik ma?

Beberapa hari yang lalu aku iseng bikin blog karena kadang suka nulis, tapi belum tau mau dibuat nulis apaan. Waktu itu mikirnya yang penting buat dulu dan yakin dulu, dengan tampilan apa adanya dan bukan ada apanya jadilah blog sederhana ini dengan dibantu beberapa panduan dari internet.
P.s: yang punya kritik dan saran membangun, atau bisa bantu meningkatkan tampilan blog ini, please let me know, ya? :)

Selama beberapa hari aku masih biarin blog ini nganggur karena bener-bener nggak tahu mau diisi apa. Sebenernya aku ada ketertarikan dengan beauty stuff, tapi saat ini belum ada yang bisa dibahas atau direview. Sampai hari rabu kemarin, aku harus ke sekolah ponakan sebagai wali murid untuk sosialisasi program sekolah, lalu ada sesuatu yang membuatku mendapatkan ide.

Bagi yang tinggal di kota Semarang pasti tahu tentang Trans Semarang atau yang biasa disebut BRT (Bus Rapid Transit) oleh masyarakat, yang belum tahu bisa baca disini. Tapi kali ini aku nggak akan bahas tentang Trans Semarang, melainkan tentang Bus Trans Jateng.

Akhirnya Emma selesai bertele-tele dan kembali ke topik utama.

Jadi, hari rabu tanggal 19 Juli kemarin aku ke halte di stasiun Tawang untuk naik BRT menuju ke SMP 23 yang ada di daerah Mijen. Pagi itu di halte ada beberapa bus besar warna merah berbaris dengan agak rapi, tapi ada yang sedikit berbeda. Oh, mungkin bus baru, pikirku waktu itu.

Tingkat kekepoan yang sempat menurun tiba-tiba meningkat lagi ketika bus yang aku pikir baru itu hendak berangkat, karena baru kusadari (cintamu bertepuk sebelah tangan) ternyata petugas BRT itu menyebutkan nama Bawen. Tunggu, Bawen? Bukannya Bawen itu... jauh ya? haha, lucu gak sih?

Aku menelisik lagi bus warna merah yang hendak berangkat di depanku. Sekilas warnanya merah seperti BRT biasa, tapi setelah aku perhatikan, terdapat tulisan Trans Jateng di samping pintu, dan sebuah gambar salah satu tempat wisata Jawa tengah di sisi lainnya. Selain itu, penunjuk rute bukan hanya tempelan seperti BRT Semarang, melainkan menggunakan tulisan digital (?)


Sampai bus itu berangkat, aku ke sekolah ponakan, dan aku pulang lagi ke kos. Bus Trans Jateng masih nempel dengan setia di pikiran.

Tapi zaman sudah modern gaes, layaknya kepo sama akun sosmed gebetan atau mantan, aku juga langsung kepo sama Trans Jateng ini karena tadi nggak nanya-nanya sama petugas. Percayalah, cewek itu sekalinya udah kepo sama sesuatu, kemampuannya bisa ngalahin-ngalahin agen FBI atau CIA sekalipun. Pliss cewek-cewek, jangan bully daku setelah ini karena sudah membongkar sebuah fakta yang tertunda.

Sekali buka google, ketik Trans Jateng, langsung cling, muncul beberapa artikel tentang dia. Ternyata, Trans Jateng ini baru diresmikan tanggal 7 Juli 2017 kemarin, jadi istilahnya masih fresh from the oven macam roti boy gitu. Hehe, emma receh sekali.

Kalau Trans Semarang ada di bawah Pemkot Semarang, maka Trans Jateng ini ada di bawah Pemprov Jawa Tengah yang bekerja sama dengan para pengusaha angkot di kabupaten Semarang yang tergabung dalam Koperasi Jasa Transportasi Mulya Olga Serasi, yang bertugas mengelola Trans Jateng Koridor I rute Stasiun Tawang - Terminal Bawen. 

Aku sempet share di facebook tentang berita ini dan menambahkan caption 'coba nggak ya?' dan keesokan harinya yaitu hari kamis tanggal 20 Juli aku bener-bener niat buat nyoba dibela-belain bangun pagi. Because I'm not the kind of morning person.

Berangkat dari kos sekitar jam 7 pagi. Sesampainya di halte, seperti biasa disambut oleh petugas tiket dan ditanyain tujuannya, aku jawab mau ke Bawen, lalu petugas tiket mengarahkan ke petugas lainnya, dan aku sadar ternyata warna seragam mereka berbeda. Petugas Trans Jateng pakai seragam warna navy dengan kerah warna oranye, dan petugas Trans Semarang memakai seragam warna, oke, aku lupa warna apa. Intinya beda, kalo nggak salah sih merah.

Nggak lama kemudian, salah satu Trans Jateng mulai beranjak dari tempat standbynya. Salah satu petugas mengarahkan para calon penumpang, dan aku satu-satunya penumpang ke arah Bawen. Aku naik dan disambut angin sejuk pendingin bus, mungkin karena masih baru dan belum banyak penumpang jadi ACnya berasa banget.

Berhubung tujuanku adalah pemberhentian terakhir, maka aku mengambil posisi duduk di pojok belakang.

ditemani ransel dan sebotol air minum
itu tabung pemadam kebakaran bukan emma yang bawa ya? itu emang udah nempel situ

hanya ada kami bertiga, emma, mbak BRT, dan pak supir pastinya

Bentuknya kurang lebih sama dengan Trans Semarang. Cuma ada sedikit perbedaan, selain dari segi bentuk juga dari segi peraturan yang tertera. Di Trans Semarang, ada perbedaan tempat duduk, wanita di belakang, sementara pria di depan. Walau nggak semua Trans Semarang memberlakukan hal tersebut. Sementara di Trans Jateng ini aku nggak melihat ada peraturan tersebut.

Di salah satu sisi juga ada satu sela kosong yang disediakan untuk pengguna kursi roda, menurutku sih ini memang bagus banget karena memikirkan hak para penyandang disabilitas yang hendak naik transportasi umum, emma kasih jempol deh. Oh iya, di atas adik kecil itu ada bungkusan hitam, itu adalah kantong plastik yang disediakan pihak Trans Jateng untuk jaga-jaga apabila ada yang mabuk darat, biasanya anak-anak kecil.

Di sebelah gambar kursi roda, kalian juga bisa lihat ada beberapa gambar yang dicoret, yang artinya hal-hal itu dilarang ya gaes demi kenyamanan bersama. Mulai dari sisi kiri, dilarang merokok, dilarang makan minum, dilarang membawa senjata, dilarang membawa binatang, dilarang bawa duren karena nggak semua orang suka duren (atau mungkin maksudnya adalah sesuatu yang berbau menyengat misalnya ikan, karena bus ini menggunakan AC, dan kacanya nggak bisa dibuka seenak jidat macam di bus kota gaes) dan yang terakhir itu dilarang melakukan pelecehan seksual.

Berhubung otak aku kadang suka memikirkan hal-hal receh, aku memaknai gambar terakhir dengan arti yang agak berbeda. Itu artinya dilarang pacaran, dilarang gandengan, dilarang memamerkan kemesraan di depan umum. Yah, begitulah.

nah, ini ada emergency exit atau pintu darurat, sama kayak Trans Semarang

di depan ada beberapa kursi terlipat yang merupakan kursi prioritas, seperti ibu hamil, lansia, dan ibu yang menggendong anak

Kami berangkat dari halte stasiun Tawang sekitar pukul setengah 8 pagi, dan tiba di terminal Bawen sekitar pukul 9 pagi. Jadi waktu tempuh kira-kira 90 menit, bisa kurang atau lebih. tergantung tingkat keramaian lalu lintas.

halte terminal Bawen
bagus ya?

salah satu gambar tempat wisata yang ada di Trans Jateng, Candi Gedong Songo di kabupaten Semarang

Telaga Warna Dieng, di kabupaten Wonosobo

Di sepanjang perjalanan, aku sempat mencatat beberapa nama halte yang kami lewati, dan bentuk halte pun tak luput dari perhatianku. Ada beberapa halte yang bentuknya masih ala kadarnya, ada yang biasa saja dan ada yang cukup bagus. Di awal perjalanan kami masih menggunakan halte yang masih satu jalur dengan Trans Semarang, kemudian sebagian besar halte-halte yang kami lewati masih nampak baru. Bisa melindungi para calon penumpang dari panas maupun hujan, berukuran cukup besar, dan lengkap dengan nama halte. Hal itu tentu saja cukup membantu terutama bagi para penumpang yang belum terbiasa menggunakan BRT. Letak halte juga menurutku sudah berada di tempat-tempat yang cukup strategis.

Rute Bus Trans Jateng
Di atas adalah nama-nama halte yang (berhasil) aku catat di sepanjang perjalanan dari Tawang sampai Bawen. Kalaupun ada nama yang kurang sesuai, itu karena ada beberapa halte tanpa nama dan aku nggak terlalu denger ketika mbak BRT menyebutkan nama halte itu, jadinya aku hanya menulis tempat terdekat dari halte tersebut. Kenapa aku repot-repot catet? Soalnya kemarin waktu aku searching rute, belum banyak info di internet, dan juga untuk memudahkan diri sendiri kalau nanti mau jalan-jalan lagi. Tulisannya agak absurd, soalnya nulis di atas bus yang lagi jalan itu nggak mudah broh.

Untuk rute perjalanan kembali kurang lebih sama, tapi aku ketiduran sepanjang perjalanan karena sore itu cukup macet, tapi sampai Tugu Muda, lewat Imam Bonjol, stasiun Poncol, Layur dan terakhir stasiun Tawang.

Jam operasional Trans Jateng dimulai sejak pukul 5 pagi sampai 9 malam. Dengan perincian, keberangkatan bus pertama dari masing-masing halte baik Tawang maupun Bawen adalah pukul 5 pagi, dan keberangkatan terakhir dari masing-masing halte adalah pukul 7 malam dengan asumsi perjalanan sekitar 90 menit.

Untuk tarif, sama seperti Trans Semarang dan udah nggak perlu diragukan lagi murahnya karena dapet subsidi dari pemerintah. Tarif umum, kita hanya perlu membayar Rp 3.500,- Ada juga tarif khusus untuk pelajar, mahasiswa dan buruh yaitu Rp 1.000,- iya serius seribu, dari Tawang sampe Bawen, bahkan parkir aja kadang dua rebu, ya gak sih?

Terus gimana caranya kita bisa kasi tau kalau kita itu mahasiswa atau buruh biar dapet tarif seribu itu? Kalau pelajar mah jelas ya pakai seragam, lha kalau mahasiswa atau buruh?

Caranya adalah ajak petugas BRT tersebut ke kampus atau tempat kerja Anda. Nggak ding, bercanda kok.

Caranya adalah, kalau kamu mahasiswa, tunjukkan kartu mahasiswa, kalau buruh tunjukkan kartu BPJS. Menurut info yang pernah aku baca, nantinya para buruh akan dapat kartu khusus untuk naik BRT. Keren ya? Sayang kartu mahasiswaku belum jadi, padahal lumayan bisa hemat dua rebu maratus kan? Tapi ya nggak apa-apa, tetep murah sih, patut disyukuri. Tapi tarif seribu itu hanya berlaku di hari kerja ya gaes.

Well, meskipun masih baru tapi menurutku persiapan Trans Jateng ini sudah cukup baik walau masih ada keluhan dari masyarakat. Misalnya, warna bus yang sama-sama merah. Kalau dilihat sekilas memang terlihat sama, kita baru bisa tahu perbedaannya setelah melihat lebih dekat. Tapi kan ganti warna bus nggak segampang ganti warna rambut ya? 

Oh iya, for your information gaes, apabila kalian transit tapi ganti bus, misal awalnya naik Trans Semarang lalu transit tapi disambung sama Trans Jateng atau sebaliknya, itu kita harus bayar lagi. Tapi kalo sesama Trans Semarang sih kalian nggak harus bayar lagi, cukup kasi liat tiket yang sudah kita beli ke petugas. Ini juga menjadi keluhan masyarakat, diharapkan nantinya penumpang cukup membeli satu tiket saja meskipun berganti bus.

Harapan aku ke depannya semoga sarana dan pelayanan di Bus Trans Jateng maupun Semarang semakin ditingkatkan. Sehingga masyrakat bisa percaya, merasa lebih aman dan nyaman ketika menggunakan jasa transportasi umum. Trans Jateng dan Trans Semarang juga lebih solid karena sama-sama bertujuan untuk mempermudah mobilitas masyarakat, dan semoga akan ada rute-rute baru lagi.

Last but not least, Trans Jateng juga sudah kekinian karena punya sosmed. Aku ada fotonya tapi sayang ngeblur, jadi aku tulis aja ya? Kalau ada pelayanan dari Trans Jateng yang kurang memuaskan, kalian bisa menghubungi melalui:
Twitter: @BrtTransjateng
Facebook: BRT Trans Jateng
Instagram: brttransjateng
e-mail: brttransjateng@gmail.com

Ah iya, hari itu aku nggak cuma sekedar nyobain Trans Jateng, tapi juga sempet mampir ke Eling Bening. Itu ceritanya kapan-kapan aja, ini post pertama tapi kok rasanya udah panjang banget, kalo ditambahin jadi makin banyak, jadi ya sekian dulu lah ya.

Terima kasih sudah membaca tulisan emma, saran dan kritik yang membangun diterima kok. Semoga ke depan bisa lebih baik lagi. See you on my next post.

Emma mau nyusul mas BRT berkacamata dulu ya *eh

No comments:

Post a Comment

Talk about Life: Hari ke-1 Isolasi Diri

Halo semuanya, setelah sekian purnama, akhirnya blog ini update lagi. Dari judul pasti udah ketauan ya mau bahas apa. Iyap, isolasi...